Monday, July 3, 2006

[Publikasi] Happy Ending Ramadhan Buat Si Kecil


Happy Ending Ramadhan Buat Si Kecil
-Kiat Tumbuhkan Kepedulian Sosial Anak di Bulan Ramadhan-
oleh: Dewi Husnul Khotimah (pengamat anak dan keluarga)
note: tulisan ini sudah dikirimkan ke Tribun Kaltim, tapi belum dimuat-muat

Sebentar lagi kita akan memasuki sepuluh hari ketiga dari bulan Ramadhan. Fase yang dijanjikan oleh Allah sebagai fase pembebasan dari api neraka. Pada saat ini pula keluarga muslim mulai sibuk untuk mempersiapkan datangnya Lebaran. Padahal kebiasaan Rasul dalam menyambut akhir Ramadhan adalah menghidupkan malam dengan ibadah. Allah sendiri menjanjikan satu malam yang lebih baik dari seribu bulan, lailatul qadar.

Masyarakat Indonesia sendiri lebih umum menggunakan kata Lebaran daripada Idul Fitri. Konon, akar kata lebaran berawal dari kebiasaan masyarakat dulu yang terbiasa untuk membeli pakaian baru dalam menyambut Idul Fitri. Agar pakaian yang dibeli ini dapat awet dipakai hingga tahun berikutnya, maka pakaian yang dibeli ini ukurannya lebih lebar atau besar. Hal ini terutama terjadi ketika orang tua membelikan pakaian untuk anak-anaknya. Tradisi ini masih berlangsung hingga kini, hingga lama kelamaan Idul Fitri lebih umum disebut sebagai lebaran.

Tradisi ini dimanfaatkan dengan baik oleh para penggiat ekonomi. Berlomba-lomba toko dan pusat perbelanjaan memberikan potongan harga untuk merangsang daya beli masyarakat yang memang sudah tinggi. Tak pelak lagi, kondisi ini pun membuat anak-anak kita turut terbiasa menuntut pakaian, sepatu atau barang-barang lainnya yang mungkin tidak perlu. Tak jarang masih banyak stok pakaian yang sangat layak pakai di lemari ketika anak kita meminta pakaian baru. Tuntutan anak kita mungkin pula dipicu oleh kebiasaan orang tua menjanjikan hadiah tertentu bagi anak yang mampu menjalankan ibadah puasa. Hadiah sebagai stimulus mungkin dapat dilakukan untuk menumbuhkan semangat pada saat anak masih kecil, namun seiring bertambahnya usia selayaknya orang tua mulai mengajarkan anak untuk mengerjakan puasa demi mencapai keihklasan.

Bagi orang tua yang jeli, Ramadhan merupakan saat yang paling tepat untuk melatih kepedulian sosial anak. Karena pada bulan Ramadhan, selain disyariatkan puasa juga diperintahkan untuk berzakat serta banyak berinfaq shodaqoh. Apalagi saat ini kita dihadapkan dengan berbagai kenaikan harga barang kebutuhan. Belum lagi saudara kita di Kampung Baru yang beberapa waktu lalu terkena musibah kebakaran. Ramadhan tahun ini, benar-benar merupakan saat yang tepat bagi kita untuk mulai berbagi.

Beberapa hal yang perlu diingat oleh kita sebagai orang tua, adalah bahwa Idul Fitri bukan sebuah hari pembebasan yang justru dimaknakan sebagai hari pembebasan dari belenggu Ramadhan. Bukan hanya karena hari itu kita diperbolehkan untuk kembali makan sepuasnya, atau bahkan berbuat sekehendak hati, namun lebih dari itu. Idul Fitri memiliki makna kembali kepada fitrah atau kesucian sehingga tidak selayaknya dikotori dengan berlebih-lebihan dalam makan dan minum maupun ajang pamer bagi jiwa-jiwa mungil dengan busana terkini.

Menghadapi anak yang terbiasa dengan kondisi serba baru pada saat lebaran, orang tua harus memberikan pemahaman makna Idul Fitri kepada anak, bahwa tidak selalu dalam menyambutnya dengan sesuatu yang baru. Tanamkanlah pengertian kepada anak bahwa Ramadhan adalah saat yang tepat untuk berbagi. Luangkanlah waktu untuk berbuka puasa dengan para fakir miskin atau anak2 yatim piatu, atau dengan beranjangsana ke saudara kita di Kampung Baru yang baru tertimpa musibah. Buatlah anak merasakan keberuntungan dirinya dibanding dengan saudara mereka lainnya yang kekurangan. Ini akan membiasakan anak untuk bersyukur dengan apa yang telah dimiliki.

Salah satu kebiasaan kita di bulan Ramadhan dan Idul Fitri adalah berlebihan dalam menyiapkan makanan. Sedikit istimewa mungkin perlu, namun menyediakan berbagai makanan dalam jumlah banyak dapat membuat anak berpikir bahwa Idul Fitri adalah saat untuk makan sepuasnya. Seringkali pada saat hari raya kita mendapati sisa makanan yang tidak sedikit, hingga akhirnya terbuang. Mengantisipasi hal itu, siapkanlah hidangan Idul Fitri sesuai kebutuhan. Apabila rumah kita biasa didatangi oleh sanak keluarga dan kerabat, perhitungkanlah jumlah makanan yang disiapkan secara teliti. Apalagi bila rumah kita jarang didatangi tamu, cukuplah kita persiapkan hidangan dengan jumlah biasa hingga tidak ada kelebihan makanan yang terbuang. Menyiapkan hari Idul Fitri secara sederhana tentu tidak berarti kita menghilangkan nuansa semarak di hati.

Agar anak tidak bosan menunggu waktu berbuka puasa, kita dapat mengajak anak untuk berkreasi menggunakan barang yang tersedia di sekitar. Selain murah dari segi biaya juga merangsang anak untuk berkreasi dengan barang2 yang telah ada atau dengan memodifikasi barang-barang lama yang mulai tidak disukai anak. Misalnya tas lama dapat dimodifikasi dengan memberi pita atau boneka kecil yang dibuat bersama anak. Hasilnya, anak kita memiliki barang yang tampak baru di hari raya dengan biaya rendah.

Kiat terakhir adalah membiasakan untuk tidak membeli pakaian khusus pada bulan Ramadhan atau menjelang Idul Fitri. Salah satu kemuliaan Ramadhan adalah berlipat gandanya balasan atas amal, termasuk amal yang bersifat materi. Selain zakat fitrah, kita dianjurkan pula untuk memperbanyak infaq kepada fakir miskin. Semakin banyak uang yang kita belanjakan untuk membeli pakaian atau kebutuhan sekunder lainnya akan mengurangi jumlah infaq shadaqah yang seharusnya dapat kita keluarkan. Sehingga, semakin berkurang pula kesempatan kita dalam memperoleh balasan pahala yang berlipat ganda.

13 Okt 2005




1 comment: